Sebuah Cerita

Mengawali langkah dengan cerita...


Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka
Terselip berhala-berhala kecil
Sembilan senti panjangnya
Putih warnanya
Ke mana-mana dibawa dengan setia
Satu kantung dengan kalung tasbih 99 butirnya

Di tengah hiruk pikuk terminal bis kota, stasiun kereta, keramaian pasar, hingga ke bangku-bangku terhormat anggota dewan, berhala kecil ini jelas sangat mudah ditemukan. Hampir sebagian kaum lelaki menghirupnya, dan lantang menggemakan dirinya jantan. Barangkali inilah tanggapan yang pantas atas puisi Taufiq Ismail di atas. Kegelisahan atas berhala kecil yang merusak uang, potensi dan kesehatan.

Di suatu seminar kesehatan, pernah disebutkan bahwasanya produksi rokok di Indonesia mencapai 224 milyar batang rokok yang diproduksi per bulannya. Bayangkan, seberapa banyak zat-zat racun itu masuk dalam paru-paru rakyat Indonesia perharinya, perbulannya, dan pertahunnya. Sebesar apa pengaruh zat-zat yang akan merusak otak generasi muda kita lantaran mereka diwariskan tradisi menghisap zat racun tiap harinya.

Belitan keuangan, semua harga yang melonjak mahal, krisis ekonomi yang tak kunjung tuntas, menjadi problema tersendiri bagi rakyat Indonesia kini. Jangan kan mau nyekolahin anak, buat makan hari ini aja susah. Namun mirisnya, para bapak-bapak yang bekerja seadanya itu mengeluhkan semua permasalahan hidupnya itu sambil merokok. Seolah membeli sebungkus rokok, menghisapnya, mengendapkan zat kimia berbahaya dalam tubuhnya, dan menghembuskan asapnya sia-sia itu bukan merupakan salah satu kesulitan dirinya bahkan keluarganya.

Jika seandainya sehari bisa mengkonsumsi rokok 3 batang, maka perbulannya harus membeli 7 bungkus rokok. Kita anggap saja satu bungkus Rp 12000, maka setahunnya ia harus mengeluarkan uang sebesar Rp 1.008.000. Enam tahun saja sudah Rp 6.480.000 yang terbang melayang bersama kepulan asap rokok yang dibakar setiap harinya. Bayangkan jika uang tersebut digunakan untuk membiayai sekolah anak 6 tahun di Sekolah Dasar.
Survei juga membuktikan bahwasanya rata-raata keluarga yang tergolong miskin di Indonesia mengeluarkan 12 persen pendapatan bulanannya untuk rokok. Hal ini 6 kali lebih besar dari alokasi biaya pendidikan yang hanya 2 persen, biaya untuk membeli ikan 6,89 persen, susu dan telur 2,43 persen dan daging 0,85 persen. Benar-benar pembodohan masal.
Pemerintah Indonesia juga hanya bisa melihat industri rokok yang semakin pesat di negara ini. Membiarkan mereka mengambil keuntungan yang sebanyak-banyaknya dari kantong rakyat-rakyat Indonesia yang miskin. Lihat saja, orang terkaya se-Asia versi majalah Forbes diduduki oleh pemimpin industri rokok. Selidik punya selidik, pemerintah Indonesia hanya bisa angkat bahu, karena mereka telah mengantongi uang pajak yang sangat besar dari industri rokok. Yang paling besar malah. 42 Triliyun rupiah pada tahun 2006. Padahal menurut hasil penelitian pada tahun 2003, setoran industri rokok pada negara hanya 1,1 persen.
Bagaimana dari sisi kesehatannya? Tercatat 1027 orang meninggal per harinya akibat rokok. Setara dengan 8 bulan berulang berturut-turut tragedi tsunami Aceh 2 tahun silam.
Bukan saja pemerintah yang merasa rugi jika industri rokok di hambat, rakyat kecil terutama petani tembakau juga merasa dirugikan. Alasannnya angka pengagguran akan tinggi dan mereka akan kehilangan mata pencaharian mereka. Padahal tembakau sendiri tidak hanya digunakan untuk rokok. Petani tembakau akan tetap bekerja untuk obat anti kanker dari tembakau yang saat ini sedang di kembangkan. Lebih bermanfaat.
Lalu apa yang dilakukan Majelis Ulama Indonesia (MUI)? Fatwa haramnya merokok oleh MUI memang sudah dibicarakan serius. Namun, hingga kini masih belum jelas batasan ”haram” seperti apa yang akan difatwakan MUI. Namun ternyata, beberapa ulama di Jawa Timur ikut menolak fatwa haramnya merokok oleh MUI. Alasannya tidak jelas. Bahkan ada yang malah menjadi tolak ukur agama. ”Rokok itu tidak haram, karena saya sendiri juga merokok,” ujar pemimpin salah satu Pondok Pesantren di Jawa Timur ini. Luar biasa, bahkan PBNU meluncurkan produk rokok yang bernama Tali Jagat tahun 2002 silam. Rokok Tali Jagat ini pun tertempel di setiap kampanye pasangan calon wakil Bupati Lumanjang, Juli 2008 lalu.
Masih sambungan bait puisi yang berjudul ”Tuhan Sembilan Senti” karya Taufiq Ismail,
25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging Khinzir diharamkan
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?

0 komentar:

Posting Komentar

MENU

Mengenai Saya

Foto saya
seperti itulah.. baik hati, tidak sombong, cinta tanah air, rajin menabung, imut, lucu, dan menggemaskan (haha)

Plurk

Mau Bilang Apa?


ShoutMix chat widget

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.