Sebuah Cerita

Mengawali langkah dengan cerita...

Kenapa bisa berbeda?
Kurasa banyak yang berubah. Ternyata sudah dua tahun lalu,ketka aku dan teman-teman masih melingkar dan rapat di teras masjid Ar-Raudhah. Membicarakan angan-angan, celotehan, impian, candaan bahkan teriakan. Menulis semua cita kami, ingin mewujudkannya dengan sebuah acara megah, tertawa melihat isi dompet yang ternyata nol, dan beroptimis bahwa “ Allah kan kaya!”
Mengingat satu persatu mata orang yang telah pergi meninggalkan kenangan itu. Keramahannya, keceriaannnya, kasih sayangnya, bahkan kemarahannya. Semua sungguh kurindu. Ketika tangis kami menyeruak di suatu subuh, meneriakkan kekhilafan kami atas salahnya motivasi. Saat derum motor kami membelah langit jambi, entah untuk memeriahkan walimahan teman, menjemput salah satu kawan, ngebut-ngebutan menghindar tilangan, atau hanya untuk pergi jalan-jalan ke seberang sungai. Saat candaan  irinya kami melihat seorang akhwat, saat gelak tawa ketika setitik kekonyolan datang, atau bahkan rapatnya pelukan saat salah seorang berduka. Saat dengan lantang kami melawan bahkan memberontak.  Aku rindu.
Di pojok lain, suasana itu. Ramainya interupsi dari sebuah sidang, rapat kerja, bahkan forum istimewa. Ketika bersitegang bahkan bentakan terucap. Ketika seorang akhwat menangisi kerasnya kepala mereka. Dan aku hanya diam menahan marah. Lalu sesudahnya, semua hanya jadi alasan untuk kami tertawa. Macan kampus masih terus mengaum.  

Seperti kusebut tadi, ada yang berubah. Satu per satu wajah itu pergi. Mundur dan menghilang dari kenangan masa kini. Wajah-wajah baru yang tak sama dan tak kan pernah sama mulai bermunculan. Gaung suara itu telah tergantikan, mengutip ucapan dari teman, “ apa yang kami tanam, telah diganti bahkan dicabut orang.”  Genggaman tangan mengendur bahkan derum motor kami pun mati.
Macan kampus itu tak lagi punya gigi, bahkan serak. Tak berani lagi menatap mata pimpinan sidang, bahkan tak pernah lagi hadir dalam tiap forum mereka. Maaf, aku benar-benar belum mengerti kenapa semua itu bisa terjadi. Semua amanah itu terasa sangat berat dan tak lagi senikmat dulu. Kalian mau marah? Silakan marah. Bukan tak pernah kubaca tiap tausyah yang kalian kirim. Atau bukan aku tak merasa setiap tatapan kecewa yang kalian layangkan tiap kali memandangku lewat.
Tidak, aku tidak berubah. Kalianlah yang berubah. Idealisme kutetap yang dulu. Masih sama saat aku masih berani menunjuk bahkan mengancam hidung orang-orang yang memusuhi kita. Hanya saja, dalam suatu renungan malamku, baru aku temukan jawabannya. Konyolnya, jawaban itu sudah pernah tersebut saat awal aku menginjakkan kaki di dunia kalian. Murabbiku dulu berkata “ Suatu saat nanti, kalian akan mengerti. Seiring bertambahnya usia kalian, maka tantangan dakwah akan semakin berbeda. Lingkungan yang baru, situasi yang baru, bahkan musuh yang baru. Kumpulkan bekal itu dari sekarang, hingga suatu saat, ketika muncul pengganti-pengganti kalian, kalian akan siap melepas mereka melanjutkan estafet ini, dan juga siap melangkah menuju dakwah baru yang tak akan sama dengan saat itu.”
Dalam tangis aku mengerti, dan aku memahami. Saat ini mahasiswa baru yang dulu aku dan teman-teman kenalkan dengan materi awal “ma’rifatullah” dan “ukhuwah islamiyah”, siap menjelaskannya kembali dengan calon pengganti mereka. Aku mengerti kemana wajah orang-orang yang sangat aku sayangi itu pergi, meninggalkan kenangan atau malah bekal dalam kehidupan mereka selanjutnya. Aku menyadari, bahwa detik ini aku sudah semakin tua.
miss this forum

1 komentar:

Huhuuu :'(((((

Posting Komentar

MENU

Mengenai Saya

Foto saya
seperti itulah.. baik hati, tidak sombong, cinta tanah air, rajin menabung, imut, lucu, dan menggemaskan (haha)

Plurk

Mau Bilang Apa?


ShoutMix chat widget

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.