Sebuah Cerita

Mengawali langkah dengan cerita...

Suatu ketika, pernah terbaca sebuah kisah. Kisah ini terjadi pada zaman Nabi Daud as. Suatu hari, telah datang seorang perempuan tua kepada Nabi Daud as. Dia bertanya, “Ya Nabiyullah, Allah itu adil atau dzalim?” tanyanya.

Nabiyullah menjawab, “Allah Maha Adil dan tidak menyukai kedzaliman,” jawabnya. “Mengapa anda bertanya demikian?” lanjut Nabi bertanya.

“Saya seorang penenun kain. Kemarin, saya bekerja seharian menenun kain untuk menghidupi anak dan keluarga saya. Kain itu hendak saya jual ke pasar. Lalu tiba-tiba, seekor burung mengambil kain saya dan membawanya pergi. Saya sedih. Tidak ada lagi yang bisa saya jual untuk menghidupi anak-anak saya,” katanya sedih.


Sebelum Nabi Daud as menjawab, tiba-tiba pintu diketuk dan masuklah beberapa orang.
“Ya Nabiyullah, kami membawa 100 dinar. Berikanlah uang ini kepada yang berhak,” kata salah seorang di antara mereka.

“Ada apa gerangan sehingga kalian menyerahkan uang sebanyak ini?” tanya Nabi Daud heran.


“Kami adalah nelayan. Kemarin kami hampir mati, karena kapal kami hendak karam karena ada yang berlubang. Lalu tiba-tiba ada seekor burung menjatuhkan selembar kain, sehingga kami bisa menambal kapal kami dengan kain itu. Alhamdulillah kami semua selamat,” jawab seorang yang lain.

Lalu Nabi Daud as pun berkata pada perempuan tua dihadapannya, “Allah memperdagangkan kainmu, di laut dan di darat, dan kau sempat menuduhnya sebagai Dzat yang dzalim”. Nabi Daud pun memberikan uang 100 dinar itu kepada perempuan tua tadi.


Mungkin di antara kita sering mengalami cerita serupa. Dihadapkan dengan kenyataan yang menurut kita bukan yang terbaik. Lalu dengan sombongnya mengatakan Allah berlaku dzalim, Allah tidak adil, atau pun prasangaka buruk lainnya. Tanpa pernah berpikir itu adalah yang terbaik bagi kita.

Sebagai contoh. Jika misalnya kita kehilangan handphone. Rasanya Allah sangat jahat sehingga membiarkan pencuri mengambil handphone kesayangan kita. Kita pun sibuk dengan prasangka-prasangka negatif kepada Allah. Namun, pada kenyataanya kita diberikan yang terbaik yang padahal sebelumnya tidak pernah kita pikirkan. Karena kasihan, orang tua kita pun akhirnya membelikan kita hand phone yang lebih bagus dan lebih mahal dari hand phone kita yang hilang. Atau bentuk rezeki lain yang nilainya lebih baik.

Rasanya sangat disayangkan jika kita kerap belum ridha menerima ketentuan yang barangkali tidak kita harapkan kedatangannya. Mungkin, hati kita terlalu memenuhi bisikan syaithan yang menghembus untuk selalu berprasangka buruk pada Allah. Padahal, jika ditelusuri lebih jauh, siapa sih kita ini? Nabi bukan, orang suci bukan, malaikat pun bukan. Hanya sekecil debu dibandingkan ciptaan Allah yang lebih besar lainnya. Apakah pantas seorang kita menuduh Allah yang menciptakan kita, memberikan kita hidayah, melindungi kita dari entah berapa juta kali syaithan membisikan kemaksiatan pada kita, sebagai Dzat yang tidak adil dan dzalim kepada hamba-Nya? Na’udzubillah...


Jika kita mengeluh dengan masalah hidup yang kita hadapi saat ini, percayalah bahwa itu belum seberapa. Allah masih sangat menyayangi kita, sehingga Dia memberikan ujian yang kecil seperti itu. Terkadang, kitanya saja yang terlalu mendramatisir masalah ringan sehingga bisa menjadi terasa sangat berat.


Kita mengeluh apa yang kita dapatkan saat ini tidak sesuai dengan harapan kita. Padahal Rasulullah yang tercinta pun juga mangalami hal demikian. Bayangkan, umur 6 tahun, beliau menjadi yatim piatu. Apa ada anak dengan umur sekecil itu bersedia kehilangan kasih sayang kedua orang tuanya? Tapi dia tetap tegar. Apa Allah dzalim padanya? Tidak. Bahkan Allah menggantinya dengan kasih sayang kakek dan paman-pamannya yang lain. Meskipun berat, tapi dia bisa menjadi manusia unggul walau tak lama merasakan belaian kasih ayah bundanya.


Sedangkan kita? Orang tua kita masih ada. Ditambah dengan kasih sayang adik dan kakak kita. Juga dengan saudara-saudara yang Allah bolakan hatinya untuk menyayangi kita. Apa itu tidak cukup?


Atau harapan kita tidak tercapai. Padahal barangkali apa yang kita harapkan justru akan membuat kita menjadi jauh dari Allah, atau akan mencelakakan diri kita. Ada sebuah kisah yang pernah diceritakan oleh seorang ulama yang bisa kita petik hikmahnya.


Suatu hari, ada dua orang penjual kembang tahu dari desa yang sama. Untuk menjual kembang tahunya, mereka harus naik angkutan umum yang jaraknya cukup jauh. Mereka harus melewati pematang sawah untuk sampai ke sana. Lalu, keduanya bersiap pergi. Namun, di tengah perjalanan, pikulan kembang tahu salah seorangnya patah sewaktu mereka melewati pematang sawah. Karena tidak seimbang pedagang itu jatuh ke sawah dan pakaiannya kotor karena lumpur. Dengan mendengus ia pun terpaksa kembali ke rumahnya. Sedangkan temannya tetap pergi ke kota.


Pedagang yang jatuh tadi merasa takdirnya sangat sial. Ia merenung, apa yang akan ia berikan untuk menafkahi keluarganya jika ia tidak pergi ke kota. Sedangkan untuk pulang ke rumah dan mengganti pakaian dan dagangannya tidak akan cukup untuk mengejar angkutan kota. Ia pun merasa sedih, dan tanpa sadar su’udzhon kepada Allah. Dan berkata Allah itu pilih kasih dan berlaku dzalim. Namun, tak seberapa lama saat ia sampai di rumah terdengar kabar bahwa angkutan umum yang berangkat dari desanya pagi itu mengalami kecelakaan. Temannya sesama pedagang itu pun dilarikan ke rumah sakit.


Subhanallah, sesuatu yang sebelumnya kita anggap sebagai hal yang buruk, atau pun hal yang membuat kita berprasangka negatif kepada Allah, ternyata sesungguhnya adalah yang terbaik yang diberikan Allah kepada kita. Allah yang mengetahui apa yang terbaik bagi kita. Sebenarnya tidak ada alasan apa pun untuk mengecap Allah itu tidak adil. Sangat besar kasih sayang Allah kepada kita. Sangat luas ampunannya terhadap dosa yang kita lakukan. Maka berpikir positiflah menghadapi hidup ini. Allah bersama kita. Ia tidak akan mendzalimi kita. Jika saat ini anda mengalami hal yang sulit dan tidak anda harapkan, maka jangan berprasangka buruk dahulu. Yakin dan percayalah, ada bahagia yang akan menunggu kita di detik kemudian.



Pasca stress ujian nggak berhasil, hikz...


0 komentar:

Posting Komentar

MENU

Mengenai Saya

Foto saya
seperti itulah.. baik hati, tidak sombong, cinta tanah air, rajin menabung, imut, lucu, dan menggemaskan (haha)

Plurk

Mau Bilang Apa?


ShoutMix chat widget

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.