Sebuah Cerita

Mengawali langkah dengan cerita...

Hari ini, telah diputuskan akan mem-post semua karya yang telah kubuat. tulisan-tulisan ini adalah cerminan kerangka pelajaran seorang penulis muda dari jambi. Dulu sekali, menulis jelas bukan salah satu pilihan untuk kugeluti. senang membaca "ya". tapi tidak untuk menulis. Rasanya seperti dipaksa untuk menuangkan pikiran dan itu sangat menekan.

Baiklah, akan kuceritakan sedikit, mengapa akhirnya muncul tulisan-tulisan ini dari tangan seorang yang tak suka menullis.


Suatu ketika, di hari Ahad (lupa tanggalnya), jam 14.00, bertempat di Masjid IAIN Sulthan Taha Jambi, aku bergabung dengan komunitas kecil penulis muda Jambi yang diketuai oleh Syarifah Lestari (yang hingga kini, tulisan2nya masih sangat aku kagumi). Forum Lingkar Pena wilayah Jambi, yang kala itu baru berusia 1 tahun. Kesan pertama: aku dicuekin.

Beberapa anggota sekaligus pengurus saat itu yang kuingat: Ketua, Syarifah Lestari. tampangnya bikin aku dan temanku gemetar di hari pertama bergabung. Cuek, tampang sangar, kalo marah bikin orang nangis. tapi, ternyata dia sangat romantis di balik kata-katanya yang bikin ngakak abiss..

Bendahara, Nabilla Zahra. Tulisanku kata kak Tari menyainginya(sombooonnggg). Orangnya manja dan jadi adik kak tari yang paling manis. Setelah beberapa tahun bergabung, baru kami sepakati beliau adalah bendahara terbaik selama ini. Tinggal bilang : “kak laper, beli sate donk” duit keluar.

Mei Sarah. Beliau saat itu menjabat sekretaris *bener gay a?*. Orangnya, sangat keibuan dan penuh kasih sayang. Tulisan-tulisannya sangat mengaggumkan dan bikin aku selalu minder.

Citra, kakakku yang satu ini adalah penengah terbaik diantara kami. Puisinya, aduhai banget.

Jiharka Flower, pujangga terbaik semassa itu. Puisi-puisnya selalu lolos dari kritikan kak tari atau kak mei sarah. Dikembalikan dengan applause yang meriah.

Siapa lagi ya? Oh iya, ikhwannya satu. Kabur Dika. Keras kepalanya sama dengan ketua. Kalau rapat, mereka yang selalu mencetus perang.

Mbak Inur. Ini “istri” ketua yang pertama. Orang yang mengenalkan dan mengajakku gabung dengan komunitas aneh ini.

Anggota baru saat itu: aku dan Hanifah Innayatun Nuha.


Dengan bangga aku bawa cerpen perdanaku pekan kemudian. Dan setelah dibedah, badanku demam dan pipiku serasa ditampar. Gila, pedes banget komentnya.

“EYD kacau. Penggalan huruf depan aja nggak tau. Format penulisan salah. Judulnya nggak banget deh,” koment ketua.

“ Lucu sih. Tapi masih anak-anak banget. Idenya terlalu gembung,” koment Mbak Inur.

“Amanatnya nggak dapat dek. Amanat nggak harus ada di akhir cerita lho,” kali ini Kak Wid.

“Kakak nggak ngerti ceritanya,” ini suara kak citra.

“untuk pemula bagus lah,” hibur si ikhwan.

Lembaran cerpen perdanaku dikembalikan. Penuh coretan di semua sisi. Masukan-masukan tertulis di sisi-sisi yang kosong. Dalam hati, “kayaknya salah masuk nih.”

Di hari itu aku terpukau dengan cerpen kelas atas “senior-senior”ku. Nyaris tanpa cela, atau aku yang ga bisa nyari celanya. Ditanganku, lembaran-lembaran itu tetap utuh tanpa coretan.

“Komen dek,” perintah yang punya karya.

“Bagus kak,” kataku. Hampir kepada semua aku jawab seperti itu. “Bagus kak,” (doh)


Sebelum pulang, ketua punya amanat padaku “Jadi penulis itu, harus siap dikritik. Kalau nggak, ya karyamu nggak maju-maju. Gitu-gitu aja terus. Simpan cerpennya. Buat tulisan baru. Suatu saat jika adek sudah terbiasa menulis, buka lagi karya itu. Rasakan bedanya.”

Untuk semua yang baca. Bakat itu Cuma ngaruh 1 %. Sisanya kemauan dan latihan. Buatlah karya, dan biarkan orang lain membacanya. Kritik itu justru yang membuatmu lebih maju. Karya itu baru nyata, jika orang lain membacanya. Selamat membaca.

0 komentar:

Posting Komentar

MENU

Mengenai Saya

Foto saya
seperti itulah.. baik hati, tidak sombong, cinta tanah air, rajin menabung, imut, lucu, dan menggemaskan (haha)

Plurk

Mau Bilang Apa?


ShoutMix chat widget

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.